MENCEGAH KEHAMILAN REMAJA DEMI KUALITAS GENERASI BANGSA YANG LEBIH BAIK
- Get link
- X
- Other Apps
Kehamilan remaja di dunia dapat terjadi pada masyarakat dengan latar belakang tingkat ekonomi rendah, kurangnya pendidikan, kurangnya lapangan kerja dan termasuk keputusan orang tua agar anak mendapat kehidupan yang lebih baik. Untuk beberapa remaja perempuan mungkin mereka akan menghadapi rasa tekanan sosial untuk menikah, setelah menikah dan saat memiliki anak. Bagi banyak remaja, kehamilan dan persalinan tentu tidak diinginkan. Berdasarkan Riskesdas (2013) menyatakan bahwa angka kehamilan remaja usia 15-19 tahun di Indonesia tertinggi pada daerah perdesaan. Sehubungan dengan dijalankannya program kunjungan minimal 4 kali ANC (antenatal care) atau pemeriksaan kehamilan, cakupan ANC secara global di negara berkembang telah meningkat. Tetapi masih terdapat remaja perempuan yang belum melakukan ANC rutin dan juga mendapat kualitas perawatan yang kurang bagus, seperti data UNFPA (2018) tahun 2006-2016 di Indonesia kelahiran yang ditangani oleh tenaga kesehatan masih 87%, sisanya kemungkinan masih terdapat persalinan yang tidak ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih. Sehingga masih terdapat beban angka kematian ibu dan bayi baru lahir.
Secara global kehamilan remaja juga menjadi salah satu penyebab kematian ibu. Selain itu, di Indonesia sekitar dua juta aborsi dilakukan setiap tahun, dimana 30% diantaranya terkait dengan kehamilan remaja. Kehamilan remaja juga dapat memiliki efek negatif terhadap sosial dan ekonomi. Remaja yang hamil dan belum menikah kemungkinan besar akan menghadapi penolakan oleh orang tua dan teman sebaya serta ancaman kekerasan, serta berdampak pada pendidikan seperti keluar dari sekolah atau malah langsung dikeluarkan dari sekolah, selain itu kehamilan remaja yang berujung pada pernikahan dini dapat menjadi penyebab langsung untuk putus sekolah, padahal kehamilan remaja juga sangat beresiko terjadinya anemia yang juga berdampak pada bayi yang dikandung dan dilahirkan. Akses keluarga berencana dan metode kontrasepsi yang aman di bawah UU Kesejahteraan Keluarga Indonesia terbatas bagi individu yang tidak menikah. Informasi yang diberikan dan diterima tidak fokus pada seks yang aman dan kontrasepsi tetapi lebih pada nilai-nilai moral dan agama (WHO, 2014).
Hal yang tabu dan kurangnya pengetahuan atau pendidikan membuat remaja mencari informasi kesehatan seksual dan reproduksi dengan akses yang rendah terhadap informasi dan layanan berkualitas, terutama remaja daerah pedesaan. Padahal, setiap remaja perempuan yang hamil membutuhkan akses ke perawatan antenatal yang berkualitas, dan kontrasepsi, karena dengan perawatan dan informasi yang cukup diharapkan dapat meningkatkan kesehatan dan mengurangi angka kematian ibu (WHO, 2018). Untuk remaja yang sudah hamil dan melahirkan yang sudah putus sekolah diharapkan mereka dapat kembali ke sekolah melalui pendidikan paket yang telah disediakan pemerintan dan mencapai potensi maksimal dirinya sehingga menjadikan masa depan mereka lebih baik lagi.
Pencegahan terjadinya kehamilan remaja, diharapkan di seluruh negara, khususnya Indonesia, rencana untuk memasukkan pendidikan seksualitas komprehensif dan layanan kesehatan remaja, termasuk akses ke informasi dan layanan perencanaan keluarga perlu dikembangkan. Kurikulum nasional yang mencakup kunci dari pendidikan seksualitas komprehensif termasuk informasi yang akurat dan sesuai usia tentang bagian tubuh yang harus dilindungi dan dijaga kesehatannya serta hak-hak reproduksi, perlu disetujui oleh pemerintah. Di Peru, UNFPA dan UNESCO memberikan bantuan teknis dalam mengembangkan kurikulum tersebut, tetapi memang untuk menerapkannya tentu diperlukan pelatihan untuk penyedia layanan kesehatan dan guru (UNFPA Peru, 2018).
Harapan yang sama seperti dilakukan UNPFA untuk mendukung intervensi informal disesuaikan dengan usia remaja yang menawarkan informasi tentang kesehatan seksual dan reproduksi, keluarga berencana dan layanan pencegahan HIV, perlu dikembangkan juga di Indonesia hingga daerah perdesaan di seluruh pelosok tanah air. Pendidikan informal bagi para remaja dapat memberikan pendidikan tentang risiko pernikahan dini dan kehamilan yang tidak direncanakan, metode kontrasepsi modern, dan kebutuhan untuk kunjungan rutin ke dokter kandungan (UNPFA Georgia, 2018). Di Indonesia sangat diperlukan pengembangan program PIK-KRR (Pusat Informasi dan Konseling – Kesehatan Reproduksi Remaja) sampai ke sekolah perdesaan. Sehingga bukan hanya remaja sendiri yang berperan untuk menghindari kehamilan remaja, tetapi mulai dari keluarga, sekolah, petugas kesehatan dan pemerintah berperan dalam mencegah kehamilan remaja.
Anak yang berkualitas lahir dari ibu yang berkualitas dalam hal sehat sosial, fisik, mental dan organ reproduksi yang sudah siap untuk hamil. Semakin matang organ reproduksi dan pengetahuan ibu, maka akan membawa dampak baik saat kehamilan sehingga akan melahirkan generasi penerus bangsa yang berkualitas. Oleh karena itu, kehamilan remaja dengan berbagai resiko buruk baik bagi remaja sendiri atau bagi bayi merupakan masalah yang harus dicarikan solusi untuk pencegahan dan diatasi dengan baik agar tidak sampai terjadi.
- Get link
- X
- Other Apps
Popular posts from this blog
Bimbingan Belajar Ukomnas Bidan
SELANGKAH LEBIH PAHAM TENTANG PUBERTAS
Masa remaja merupakan masa transisi kehidupan terpenting yang didorong oleh perkembangan biologis. Remaja akan mengalami masa pubertas meliputi perkembangan sosial, emosional, dan perkembangan seksual. Pubertas adalah masa perubahan fisik dan seksual terjadi dengan pesat terutama pada awal masa remaja, biasanya berlangsung usia 13-20 tahun. Perubahan seksual merupakan suatu rangkaian dari perubahan yang terjadi pada masa remaja ditandai dengan perubahan pada karakteristik seks primer (Primary Sex Characteristics) dan perubahan pada karakteristik seks sekunder (Secondary Sex Characteristics). Perubahan seksual tidak sama pada setiap anak, dan terdapat perbedaan umur setiap individu. Perubahan fisik sebagai ciri seks sekunder yang terlihat dari luar terjadi selama pubertas adalah perubahan yang menyertai ciri seks primer. Perubahan seks primer pada laki-laki pada masa pubertas ditandai dengan mimpi basah, sedangkan perubahan sekunder berupa suara mulai...
Comments
Post a Comment